Selasa, 19 Februari 2013

Not Recommended


Beberapa hari yang lalu, ketika kami mulai kelelahan mengelilingi salah satu pusat pertokoan di daerah Bandung Tengah, kami sengaja beristirahat di area food court sekaligus menyantap makan siang. Kami memesan menu makanan dari counter yang berbeda dan langsung membayarnya, saya memesan mie goreng ayam dari counter A, dan pacar memesan ayam goreng tepung dari counter B.

Tidak ada yang salah dengan makanan saya, karena saya berhasil menghabiskannya dalam hitungan menit (upss… :D ), berbeda dengan pacar saya yang hanya sibuk membolak-balikan ayam di piringnya. Dia seperti ragu-ragu untuk menghabiskannya, padahal kami berdua sama-sama lapar. Dan setelah saya perhatikan, “Olalaaa…ada warna merah di potongan ayam itu!!! – hueeekkk…”. Saya langsung merampas ayam itu dan memotong-motongnya, semakin kedalam…warna merah itu semakin banyak dan seperti hampir-hampir meleleh…!!! Arghhhh…!!!

Sebelum saya berdiri ke counter B, dia sempat menahan dan berkata, “Udah…gak usah…itu cuma sambel kok…”, Whattt??? Sambel??? Itulah bedanya pria dan wanita, pria lebih memilih untuk tidak ambil pusing dan bahkan cenderung  ‘membela’ dari pada harus ‘ribut’. Padahal, saya-pun tidak ada niat untuk cari ribut, saya hanya ingin mengingatkan dan meminta mereka mengganti ayam ini.

Tapi, ternyata benar…saya tidak berhasil mengontrol emosi dan mimik muka… --“

Saya    : Coba liat ayam-nya bu! (Sambil menunjukkan piring berisi ayam berwarna ‘merah’ itu)
Ibu       : Haduh…maklum neng, yang masak masih baru…
Saya    : (Teruuusss???)
Ibu       : Saya goreng lagi ya neng…
Saya    : Saya mau ayam yang baru bu… (secara, kita udah ngebayangin isi ayamnya kayak gimana.. -_-)
Ibu       : (Dengan muka tanpa dosa, si ibu pemilik counter menjawab) Haduh…gak bisa, ayam-nya kayak gini semua...
Saya    : (Hah???)

Tanpa pikir panjang, saya langsung balik kanan dan meninggalkan ayam itu di counter! Saya sengaja bersikap tenang dan menahan diri, selain tidak mau cari ribut, saya juga tidak mau counter ini kehilangan pelanggannya.

Mengingat jawaban-jawaban pemilik counter dan tidak ada kata-kata permintaan maaf, saya kecewa! Sebagai penjual makanan, mereka seharusnya memiliki tanggung jawab moril terhadap mutu dan kualitas makanan yang mereka jual.

Bagi teman-teman yang baru akan memulai usaha kuliner, sebaiknya pelajari SOP yang ada, tidak ada salahnya untuk ‘studi banding’ ke counter, kafe atau restoran yang telah memiliki SOP yang baik, karena toh…dengan jaminan kualitas yang baik, itu sama saja memancing konsumen untuk terus datang mencicipi makanan anda.

Dan bagi konsumen, berhati-hati dan tegaslah (jangan seperti saya), jika ingin makan di counter, kafe atau restoran-restoran cari tahu dulu sebelumnya, recommended atau tidak, cara yang paling gampang adalah dengan membaca review atau testimony dari orang-orang yang pernah datang. Perhatikan sekeliling tempatnya, bersih atau tidak, dimana letak toiletnya. Memang terdengar sedikit ‘rusuh’, tapi siapa yang mau menjamin kesehatan kita jika bukan diri kita sendiri.
Beda ceritanya jika kita makan di kaki lima ya… :D

Saya sempat mengambil gambar counter tersebut, hanya untuk pengingat dikemudian hari agar lebih berhati-hati. Nama counter tersebut sudah saya blur, agar tidak ‘memangkas’ rezeki mereka... :')

Not Recommended

2 komentar: