|
Indonesia |
Gina, adik bungsu gw tiba-tiba
sms, isinya kayak gini, “Kak, bantuin bikin PR donk... 1. Kapan BPUPKI resmi
dilantik? 2.Siapa yang menentukan dan memilih para menteri? 3. Masalah politik
luar negeri merupakan wewenang pemerintah…?”. Toeeeng…udah lama banget gak
belajar sejarah, mana gak punya bukunya. Alhasil, gw kudu ngandelin si jenius
mbah google.
Kata kunci yang gw
masukin simpel banget, "Sejarah Indonesia", malah ngarahin gw ke
arsip wiki yang lain. Gak nyambung sih sama PR Gina, tapi bikin gw tertarik
buat ngebacanya.
Era Kemerdekaan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Soekarno membacakan
"Proklamasi" pada tanggal 17 Agustus 1945. Kabar mengenai proklamasi
menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada
masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya
langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
|
Naskah Proklamasi |
Pada 18
Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik
Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden.
Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara
hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan
baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri
dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah
Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa
Tenggara.
Dari 1945 hingga 1949,
persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan
Indonesia, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik.
Namun usaha Belanda untuk
kembali berkuasa cukup kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera
merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis
menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota Indonesia. Pada 27
Desember 1949, setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana
dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia.
Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
Demokrasi Parlementer
|
Presiden Soekarno |
Tidak lama setelah itu,
Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen
di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen
atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah
pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil
susah dicapai.
Demokrasi Parlementer, adalah
suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari
pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana
Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan
diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat
sebagai kepala negara.
Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal
di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang
dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru,
melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika
Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi
1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar,
dia tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden
Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi
Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju
non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan
yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para
pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada
tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi
yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan
awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis
Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski
PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni
Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan
ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
Konflik Papua Barat
Pada saat kemerdekaan,
pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan
barat pulau Nugini (Papua), dan mengizinkan langkah-langkah
menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1
Desember 1961.
Negosiasi dengan Belanda
mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, dan pasukan
penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18 Desember sebelum
kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan
1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan
perbincangan rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New
York pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil alih kekuasaan
terhadap Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan
Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah
"rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana
komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan
pembentukan Federasi Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas
pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia dan
memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk memengaruhi
perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan
menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, presiden
Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB
pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan
Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai
tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian
mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu
oleh Inggris).
Gerakan 30 September
Hingga 1965, PKI telah
menguasai banyak organisasi, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan
Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer
menentang hal ini. Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan
beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan
kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi
Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan
berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil
alih kekuasaan.
Era Orde Baru
|
Presiden Soeharto |
Setelah Soeharto menjadi
Presiden, hal pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi
anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan
bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan
melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota
PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah
Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi
melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian
dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993,
dan 1998.
Presiden Soeharto memulai
"Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis
mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui
struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli
ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini,
dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia.
Irian Jaya
Setelah menolak supervisi
dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan "Act of Free Choice"
(Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil kepala-kepala
daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa Indonesia.
Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan Indonesia. Sebuah
resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan kekuasaan kepada
Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas
gerilya berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya setelah perpindahan
kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih terbuka setelah 1998,
pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang menginginkan kemerdekaan dari
Indonesia telah muncul.
Timor Timur
Dari 1596 hingga 1975,
Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal
sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia
oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat
Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal
pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh
orang-orang yang membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi
partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk
mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember 1975,
pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur dalam sebuah operasi
militer yang disebut Operasi Seroja. Indonesia, yang mempunyai
dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang
disediakan Amerika
Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka
akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang
strategis.
Pada 30 Agustus 1999,
rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah
pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang berhak
memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Pada Oktober
1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang mengintegrasikan Timor Timur
ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung
jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada
Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.
Krisis ekonomi
Pada pertengahan 1997, Indonesia
diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia, disertai kemarau terburuk
dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang
semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan
modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa,
meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang
meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki
gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga
bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian
memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga
Indonesia.
Era Reformasi
Pemerintahan Habibie
|
Presiden Habibie |
Presiden Habibie segera
membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali
mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas
negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para
tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan
organisasi.
Pemerintahan Wahid
|
Presiden Wahid |
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD
diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri
Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu
parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai
Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh
22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah
Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman
Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun.
Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada
awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada
Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid
meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang
menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut,
pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama
di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang
ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan
masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan
tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan
politik yang meluap-luap.
Pemerintahan Megawati
|
Presiden Megawati |
Pada sidang umum MPR pertama
pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya.
Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta
Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal
korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi
di dalam pemerintahannya beliau mengedarkan keputusan presiden yang memberikan
kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil
alih jabatan presiden. Kabinet pada masa pemerintahan Megawati disebut dengan
kabinet gotong royong.
|
Presiden Yudhoyono |
Pada 2004, pemilu satu hari
terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil
sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya
telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan
Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh
serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005,
sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia
dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik
berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Demikian sejarah singkat
Indonesia di era kemerdekaan, orde baru hingga era reformasi di pemerintahan
presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode pertama.
Walaupun PR adik gw belom
terjawab, mudah-mudahan bermanfaat buat adik-adik yang lain yaaa.. :D
Sumber
: http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia