Disanalah dia,
sebatang tangkai kurus yang miring ke kiri tampak di sebuah pot tembikar polos.
Aku memandanginya lebih dekat. Beberapa kelopak kecil berwarna cokelat
bergantung dengan lunglai pada tanaman yang tak menarik ini. Aku bingung. Inikah
hadiah istimewa yang dikirimkan oleh putri dan menantuku jauh-jauh dari tempat
tinggal mereka yang baru di Hanoi?
Aku mengangkat
telepon dan memutuskan untuk tidak menyebutkan bahwa tanaman baruku tampak
menyedihkan, sama seperti yang tengah kurasakan.
Katie amat
bersemangat, “Sekarang, untuk sementara waktu mom harus menaruhnya di tempat
yang gelap dan sejuk.”
Tak ada masalah
mengenai hal itu. Tanaman ini tak hanya tak sedap dipandang mata, tapi juga
mengingatkanku pada hal-hal yang hilang : makan malam bersama keluarga,
menunggu bus sekolah, bahkan menolong pekerjaan rumah. Ketika suamiku meninggal
beberapa tahun lalu, aku langsung mengubah diri dari Mrs.Jim Ennis menjadi “Nenek
Sara dan Michael”. Tanaman dengan tangkai yang gundul ini mengingatkanku pada
keadaanku sekarang : seorang janda, ibu dan nenek yang tak dipelihara
siapa-siapa. Sungguh tak adil.
Plung! Kusimpan
hadiahku di atas meja rongsokan di ruang bawah tanah, lalu kumatikan lampu
ruangan itu.
Enam minggu
kemudian aku membawa beberapa kotak ke ruang bawah tanah.
Disana, tampak
tanaman berbunga paling indah yang pernah kulihat! Helai-helai berwarna putih
dengan lembut menghiasi sekeliling bagian tengahnya yang berwarna merah. Aku mengulurkan
jariku, namun ragu untuk menyentuhnya. Bunga-bunga yang yang mekar itu tampak
rapuh, namun begitu hidup. Mereka seolah-olah akan terbang.
Aku merangkak
kembali menaiki anak tangga, menimang pot dilenganku dan berusaha keras tidak
bernafas ke bunga-bunga itu. Enam minggu menyepi di ruang bawah tanahlah yang
diperlukan oleh tanaman ini!
Mendadak aku
terenyak. Sesuatu yang tadinya tampak begitu buruk dan tak berguna beberapa
minggu sebelumnya, kini memamerkan dirinya bak harta karun.
Dan hal itu amatlah
berharga! Dari stan rotannya anggrek cantikku berkilau. Petugas pos dan
orang-orang yang jarang kutegur kini melambai bahkan naik keatas beranda dan
memberi komentar untuk anggrek menawan ini.
“Enam minggu lalu
bunga ini nyaris tak hidup..”, aku seringkali menjawab saat aku menyodorkan teh
dan kue marmalade jeruk yang kubuat lagi setelah lewat tiga tahun. Setiap hari
anggrekku memekarkan bunga baru dan aku memperbaharui persahabatan lama dan
menjalin persahabatan baru.
Suatu pagi Katie
menelepon. Ted telah menerima sebuah pekerjaan d perguruan tinggi yang tak jauh
dari tempatku. Mereka akan pulang!
Kini akulah yang
berbunga-bunga. Hidupku yang tadinya kosong kini diisi dengan suka dan
persahabatan. Setiap hari bagaikan kuncup yang berharga menanti untuk mekar. Waktu
tana keluargaku memang seolah-olah hal yang buruk dan sia-sia, namun tanpa itu
apakah aku akan pernah memulai untuk hidup lagi?
Penilaianku atas
anggrek buruk rupa salah dan aku juga telah keliru menilai driku sendiri. Aku bukanlah
tidak berguna dan jelek. Aku lebih dari itu! Aku berpikir dengan penuh syukur. Yang
kuperlukan adalah waktu sendirian di dalam gelap untuk mengenali potensiku yang
hakiki.
Suatu pagi, aku
menjangkau sapu dan berjalan menuju beranda. Bunga-bunga anggrek kering
berserakan di lantai. Anggrekku kini sama gundulnya seperti di hari dia tiba! Aku
masih menyapu ketika sala seorang teman baruku mampir dengan sebuah undangan
untuk bergabung dengan klub berkebunnya.
“Oh sayang sekali, sungguh
menyedihkan!”, dia berseru saat melihat tangkai yang gundul.
“Anggrek ini akan
membaik,” kataku. “Kau harus melihat aku enam minggu lagi!”
Shelah Brewer
Ogletree
Tidak ada komentar:
Posting Komentar